Duta masakan

Hidup di negeri orang memang memaksa kami, para mahasiswa asing, menjadi lebih ‘kreatif’. Yang tadinya tidak mau tahu soal tari-menari, dipaksa belajar menari, begitu juga yang tadinya tidak tahu menahu soal masak-memasak, mau tidak mau, ikut belajar memasak (kalau kangen masakan Indonesia,  saat uang menipis atau ada acara 😀 ). Saat ada acara yang melibatkan peserta dari berbagai negara, mau tidak mau, mahasiswa asing menjadi duta dari negaranya masing-masing. Jadi, supaya tidak malu-maluin, mesti memberikan yang terbaik.

Salah satu kegiatan masak-memasak yang berkesan adalah saat kami diundang oleh Pastor Halter, keluarga Amerika yang tinggal di Taiwan. Selain dari Indonesia, ada juga mahasiswa dari Philiphine dan China daratan. Rasanya penasaran juga donk ingin merasakan masakan orang Amerika itu seperti apa :D.  Tapi tidak enak juga kalau hanya datang dengan tangan kosong saja, jadi kami memutuskan untuk membawa beberapa masakan Indonesia.

Dan disinilah menariknya, kami harus bersinergi. Ada beberapa masakan yang di tetapkan, dua diantaranya adalah oseng tempe, dan tahu petis. Memang kalau di Indonesia, masakan ini bukan masakan istimewa, tetapi di Taiwan, bisa dibilang spesial, karena mencari tempe aja susah apalagi mencari petis :D. Menu tempe di pilih karena Mrs. Anita Halter adalah seorang vegetarian, dan suatu kali beliau bercerita pernah makan tempe, dan suka dengan tempe. Karena tertarik dengan tempe, beliau bahkan pernah mencoba membuat tempe (tapi saya lupa bagaimana beliau bisa mendapatkan bahan-bahannya). Pilihan petis diambil karena waktu itu ada teman yang masih memiliki persediaan petis yang di bawanya dari Indonesia, sedangkan di Taiwan kami belum pernah menemukan orang menjual petis, jadi, tahu petis ini bisa menjadi menu spesial untuk tuan rumah :D.

Berhubung keahlian masing-masing sangat terbatas, maka kami membagi tugas sesuai keahlian masing-masing. Ada yang fokus menangani oseng tempe, ada yang fokus membuat tahu petis, ada yang fokus membuat tempe goreng serta ada yang fokus membuat sop. Lalu yang tidak bisa memasak bagaimana? Tidak perlu khawatir, ada bagian potong-memotong dan cuci-mencuci sayur maupun membuat sambal :D. Semua berkontribusi sesuai dengan kemampuannya. Mau tidak mau, kami akan menjadi duta masakan, jadi harus bersatu padu supaya rasa makanannya tidak memalukan ( seperti mau kompetisi aja 😀 ) .

Goreng – menggoreng

Membuat sambal dengan kecepatan cahaya 😀

Setelah masakannya matang, kami kebingungan karena tidak memiliki tempat yang layak. Alhasil, kamipun memakai tempat seadanya :D. Nah inilah oseng tempe dan tahu yang sempat di abadikan.

Oseng tempe

Tahu yang sudah di goreng

Setelah semua masakah beres, lalu di kemas dalam toples-toples dan siap di bawa.

Sesampainya di rumah Pastor Halter, kamipun memperkenalkan makanan Indonesia ini ke tuan rumah sebelum sesi makan dimulai. Tentu saja kami sudah menunjuk sang juru bicara 😀

Jubir memperkenalkan masakan Indonesia

Tak mau ketinggalan, tuan rumahpun memperkenalkan masakan yang telah di buatnya.

Tuan rumah memperkenalkan masakan yang dibuatnya

Selesai memperkenalkan masakan, kamipun lalu menyerbu masakan yang telah terhidang. Yummy …

Tulisan ini diikutsertakan dalam “GiveAway Nyam Nyam Enny Mamito”

NB : foto-foto merupakan sumbangan dari mbak Gita & William.

41 thoughts on “Duta masakan

  1. Waaah, salut deh. Kerjasama yang baiiik. ^*
    Itu smbalnya lombok abang semua ya? Pasti nikmat sekali pedasnya. 😆
    Ongseng tempe plus tahunya, Indonesia bangets. 🙂
    Gimana kalau mereka dibuatin nasi jagung plus ikan asin ya? 😆

    Sukses ngontesnya ya, Mas. 🙂

  2. wuzz.. kecepatan cahaya.. wkwkk

    hidup di rantau memang membuat kita bisa melakukan sesuatu yang tadinya gak disentuh sama sekali.. jauh dr orang tua dan demi menghemat uang bulanan, jadilah bundo bisa memasak, setidaknya buat diri sendiri.

    sukses buat kontesnya ya Pur..!

Leave a comment